LAMPUNG-HELOINDONESIA.COM–Sengketa lahan antara keturunan Hi. Madroes—salah satu dari lima keturunan Bandar Dewa—dengan PT HIM kembali mencuat dalam proses persidangan. Pada Rabu (19/11/2025), perkara ini memasuki tahap lanjutan melalui agenda pemeriksaan setempat di lokasi yang disengketakan.
Sebagai pihak penggugat, keluarga besar keturunan H. Madroes menegaskan sejumlah tuntutan, antara lain pengembalian lahan seluas 294 hektare yang selama ini dikuasai PT. HIM dan kompensasi pemakaian lahan selama 43 tahun dengan perhitungan sewa total senilai sekitar Rp76 miliar.
Haidar Alimin, salah satu keturunan H.Madroes, menjelaskan bahwa dasar gugatan pihaknya berada pada alas hak tanah tahun 1922 yang menjadi bukti kepemilikan adat atas wilayah 5 keturunan Bandar Dewa. Menurutnya, dari total 1.470 hektare yang merupakan wilayah 5 keturunan Bandar Dewa, pihaknya hanya menggugat lahan khusus milik garis keturunan H.Madroes atau keturunan ke 3.
“Yang kita perjuangkan saat ini fokus pada keturunan H.Madroes, dengan total luas lahan 294 hektare. Hasil pemetaan kami menunjukkan bahwa lahan yang digunakan PT.HIM dalam HGU mereka hanya 207 hektare dari 1.470 hektare lahan milik 5 keturunan. Bahkan tidak ada satu pun HGU yang menunjukkan bahwa tanah kami khususnya Hi.Madroes masuk dalam kawasan mereka,” tegas Haidar.
Ia juga memaparkan bukti-bukti kepemilikan yang dimiliki pihaknya, termasuk dokumen pembayaran pajak kebun karet tahun 1930 berikut surat umbulan milik anak H.Madroes. Pada persidangan pekan depan, pihak penggugat dijadwalkan menghadirkan dua saksi yang memahami sejarah kawasan tersebut.
Senada dengan Haidar, Rulaini Bangsaradja, yang juga keturunan Hi.Madroes yang diberi kuasa, menyatakan bahwa perkara ini telah digarap sejak Juli 2025 dalam perkara perdata.
“Mediasi sudah beberapa dilakukan namun gagal, karena pihak kuasa hukum PT.HIM merasa legalitas mereka kuat. Padahal dasar gugatan kami jelas surat tanah hukum adat tahun 1922 dan dokumen-dokumen pendukung lainnya,” ujarnya.
Kuasa hukum kedua penggugat, Jasmen O.H. Nadeak, S.Kep., S.H., M.H., menjelaskan bahwa gugatan ini memang tidak membawa nama seluruh 5 keturunan Bandar Dewa (Pangeran Raja Sakti, Pangeran Balak, Hi.Madroes, Guru Alam, Musa), melainkan hanya keturunan ke 3, yakni garis H.Madroes, seluas 294 hektare dari total 1.470 hektare.
“Selama persidangan, kami optimis dan melihat posisi kami kuat. Karena beberapa kali sidang, pihak PT.HIM menjawab dan mengatakan mereka memiliki kekuatan legalitas hukum dalam mengelola HGU atau alas hak HGU, dan kita memang tidak menampik itu, tetapi yang jadi persoalan bahwa alas hak HGU yang mereka kuasai bukan termasuk di lahan yang 294 hektare itu atau tidak berada di lokasi Bandar Dewa dan lahan tuntutan kami,” kata Jasmen.
Ia menerangkan, bahwa perkara dengan Nomor Registrasi 39/Pdt.G/2025/PN Mgl itu telah melalui lebih dari 12 kali persidangan, dan diperkirakan putusan dapat keluar dalam empat minggu ke depan.
Sementara itu, Kepala Tiyuh (Desa) Bandar Dewa, Anwar, menyatakan bahwa sengketa ini memang berkaitan dengan lahan yang berada di wilayah Tiyuhnya. “Mereka menuntut hak-haknya, silakan saja. Yang penting jangan sampai lagi terjadi kericuhan di wilayah Tiyuh kita,” tuturnya.
Di sisi lain, Kepala Dinas Perumahan, Kawasan Permukiman, dan Pertanahan (Disperkimta) Tubaba, mengungkapkan bahwa sebenarnya pemerintah daerah sudah berulang kali berupaya memediasi kedua belah pihak, namun tidak menemukan titik temu.
“Pengadilan menjadi jalan terakhir. Pemerintah tidak bisa intervensi selama perkara berjalan. Kami berharap tidak ada lagi kericuhan seperti sebelumnya yang merugikan warga maupun perusahaan. Semoga upaya di pengadilan ini dapat menghasilkan keputusan yang seadil-adilnya bagi kedua belah pihak,” pungkasnya.
Perkara ini kini kembali menarik perhatian publik, karena penggugat mengedepankan bukti sejarah dan legalitas adat atau keturunan yang berusia mencapai satu abad. Putusan pengadilan dalam beberapa minggu kedepan dinilai akan menjadi penentu masa depan tanah yang telah diperjuangkan turun-temurun. (Rohman)
-