Helo Indonesia

Demokrasi Terjaga, Foto Jurnalistik Berdaya! Tahniah Dido-Galih, Ketum-Sekjen Baru PFI

Minggu, 23 November 2025 19:20
    Bagikan  
Demokrasi Terjaga, Foto Jurnalistik Berdaya! Tahniah Dido-Galih, Ketum-Sekjen Baru PFI

PFI - Tahniah, Dido-Galih, Ketum Sekjen PFI. | dok PFI/Muzzamil/Helo Indonesia

LAMPUNG, HELOINDONESIA.COM----Paslon tunggal M Dwi Pambudio dan Galih Pradipta terpilih aklamasi sebagai Ketua Umum dan Sekjen Pewarta Foto Indonesia (PFI) dalam pleno hari kedua Kongres VIII PFI tema "Demokrasi Terjaga, Foto Jurnalistik Berdaya! Bersatu Untuk Masa Depan, Berjuang Untuk Harapan" di Menteng, Jakarta Pusat, Sabtu (22/11/2025) WIB.

Meski diwarnai beragam dinamika, demikian Instagram PFI mewarta, sebanyak 20 pengurus PFI Kota se-Tanah Air peserta kongres (dari total 21) mufakat memilih, pleno menetapkan, menyatakan sah Ketum dan Sekjen PFI 2025–2028 ini. Dido-Galih karib keduanya, sumringah kibarkan pataka.

Ternasbihkan menjadi paslon tunggal, duet Dido-Galih "trada" lawan lantaran hingga batas pendaftaran berakhir, itupun sempat diperpanjang 1x24 jam dari tenggat, seperti disitat dari warta Instagram PFI 7 November lalu, panitia klimaks hanya menerima satu.

Sebelum pemilihan, Kongres jua menerima laporan pertanggungjawaban pengurus PFI 2022–2025 kabinet Reno Esnir-Hendra Eka, lalu maraton rapat-rapat komisi, agenda lain hari kedua.

Usai, sebelumnya seluruh peserta, panitia dan jajaran pengurus lama, unsur Dewan Penasihat PFI (Oscar Motuloh, Gino F. Hadi, Hendra Suhara, Hermanus Prihatna), Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) PFI Adek Berry, juga Majelis Etik, serta tetamu undangan termasuk sosok istimewa, hadiri pembukaan lanjut diskusi peluncuran buku Hukum dan advokasi, hari pertama Jum'at (21/11/2025).

Sosok istimewa, tercatat dalam sejarah PFI praktis sejak PFI juga Dewan Pers berdiri: anggota PFI pertama yang terpilih menjadi anggota Dewan Pers 2025–2028 perwakilan unsur wartawan, cum Ketua Komisi Informasi dan Komunikasi Dewan Pers Maha Eka Swasta. Sekaligus membuka Kongres.

Lanjut hari ketiga Kongres, agenda diskusi Liputan Bencana dan Investigasi, jadi helat pamungkas, Ahad (23/11/2025).

Sederet tugas: rutin baru, ringan berat, laju menantikan sentuhan kepemimpinan baru bersenjata AD/ART baru disempurnakan itu.

Program rutin dari konsolidasi organisasi, keanggotaan dan kaderisasi, mahakarya tahunan ajang penghargaan tertinggi untuk foto jurnalistik di NKRI: Anugerah Pewarta Foto Indonesia (APFI) 2026 hingga 2028, advokasi dan pembelaan hukum, hingga edukasi/literasi publik menanti sentuhan itu.

"Luar biasa," kata apresiasi anggota Dewan Pers, Maha Eka Swasta, hari pertama, saat menerima simbolis buku baru luncuran PFI berjudul "Buku Saku Petunjuk Operasional Penanganan Kasus Ancaman, Serangan dan Kekerasan Pada Pewarta Foto" karya Helmi Fithriansyah, Hendra Eka, Resa Esnir, dan Tedy Oktariawan, tim penyusun.

"Semoga buku ini bisa menjadi acuan bagi pewarta foto dan pengurus PFI Kota dalam pendampingan advokasi anggotanya," ujar Maha Eka Swasta.

Maha Eka Swasta menggenggam erat buku dieditori Hendra Eka, penata letak dan cover oleh Nadia Iga, serta kontributor foto sampul keren dari Hilman Faturrahman Wicaksana, tebal 95 halaman berisi langkah-langkah konkret penanganan kasus dan sengketa pers, hingga testimoni dan kesaksian dari sejumlah pewarta foto yang pernah terlibat dalam permasalahan hukum, ini.

Senada tradisi baik terdahulu, buku ini tidak diperdagangkan, gratis tersedia di situs PFI. Bagian kontribusi dan atribusi PFI bagi terus berderapnya roda pemajuan literasi anak bangsa termasuk literasi fotografi, literasi jurnalistik fotografi, literasi jurnalisme foto serta fotojurnalistik, dan literasi advokasinya.

—bagian mulia komitmen PFI memenuhi khasanah literasi jurnalistik Tanah Air khususnya jagat fotografi berikut terbuka ruang pegiat fotografi urun rembug tulisan untuk dimuat di rubrik RANA situs.

Ditinjau historiografinya, PFI per embrionik dideklarasikan 22 Maret 1992 dengan nama Focus. Lantas atas prakarsa pewarta foto media cetak di Jakarta yang prihatin dengan kekerasan fisik dan intimidasi aparat kala itu, lalu didirikan menjadi PFI 18 Desember 1998.

PFI dikonstruksikan dan kemudian manifes, menjadi senjata legal pewarta foto anggota guna memperjuangkan sedikitnya empat hal.

Yakni, memperjuangkan hak-hak kebebasan dan kemerdekaan pers dari campur tangan pihak non pers; melawan kriminalisasi pers; melindungi pewarta foto dari pelanggaran hak cipta dan Hak Atas Kekayaan Intelektual (HaKI), tindakan kekerasan fisik pun mental; melindungi kerja-kerja jurnalistik; sekaligus mendorong kemandirian pers yang hakiki.

Secara portofolio telah hadir di 21 provinsi, kemudian bersama AJI, IJTI, dan PWI telah diakui negara melalui Dewan Pers, sekaligus merupakan salah satu konstituen Dewan Pers terdaftar SK Nomor 19/SK-DP/III/2020 selain di Kementerian Hukum (Kemenkum) via SK (saat itu bernama Kemenkumham) Nomor AHU-0000317.AH.01.08.Tahun 2020.

Teranyar PFI cetak sejarah pertama, salah satu anggotanya terpilih menjadi anggota Dewan Pers 2025–2028, Maha Eka Swasta.

Di tubuh PFI, selain torehan sejarah Maha Eka Swasta, Reno Esnir dan Hendra Eka juga pencetak rekor sejarah duet pertama terpilih mufakat sebagai Ketum-Sekjen PFI dua periode, 2019–2022 dan 2022-2025.

Putar memori, Kongres VII PFI 1-3 Desember 2022, pencatat sejarah kongres pertama di luar Jakarta. Kongres VIII 21-23 November 2025 ini, jadi kongres dengan kehadiran tertinggi peserta sejak kongres pertama.

Kongres 2022, alias Kongres Tangerang, PFI meluncurkan buku Pedoman Uji Kompetensi Pewarta Foto Indonesia (UKPFI) buah rembug ide 5 jam per pertemuan Sabtu berturut 4 bulan, tim penyusun (penguji UKPFI, pengurus PFI 2019–2022, Lembaga Pendidikan Antara) berisi aspek penerapan standar kompetensi Dewan Pers yang telah dikodifikasi dengan kaidah fotojurnalistik.

Serta, Buku Saku Pewarta Foto, berisi aspek dasar pijakan awal fotografer pemula dan menengah guna selami dunia fotojurnalistik.
Penyusunnya pewarta foto Jawa Pos, Beky Subechi dibantu pengurus PFI Pusat Akbar Nugroho dan Hendra Eka.

PFI yang sehari-hari ngantor di Lantai 5 Gedung Dewan Pers, Jl Kebon Sirih 32-34 Gambir, Jakarta Pusat, terakhir sukses helat tahunan ke-16, Anugerah Pewarta Foto Indonesia 2025 di Loji Gandrung Solo, Jawa Tengah, 25-30 April lalu.

Disekaliguskan pameran foto dan diskusi fotografi dwitopik: kisah dibalik foto para penerima APFI (bersama dewan juri dan penerima anugerah), serta diskusi sinergi fotografi dan printing, berikut menyaksi sekitar 2.500an karya foto ratusan peserta terseleksi, 7 pemenang kategori.

Photo of The Year APFI 2025 jatuh kepada karya pewarta foto lepas Makassar, Iqbal Lubis, memotret imbas buruk hilirisasi nikel di Bantaeng, Sulawesi Selatan. Untuk PFI Kota Award, Best Performance Award diraih PFI Solo, Best Management Award jatuh pada PFI Bandung untuk kinerja dan manajemen terbaik satu tahun terakhir.

Pembaca, kita segenap penduduk planet Bumi, beruntung ada Louis Jacques Monde Da Guerre dan (penemu kamera polaroid) Edwin Land, dua nama disebut sejarah sebagai penemu kamera, lantaran dunia fotografi bisa disebut berkembang muasal buah pemikiran mereka.

Berlanjut kemunculan ragam inovasi baru teknologi perangkat kamera berujung pada dinamika ilmu fotografi. Misal kelak dikenal Pierre Gustave Gaspard Joly de Lotbiniere (Joly), travel fotografer pertama di dunia.

Terima Kasih, Kassian

Indonesia, patut berterima kasih —selain mengenang jasanya, kepada satu nama: Kassian Cephas, fotografer Indonesia pertama kelahiran Yogya 15 Januari 1845, dikenal sempat jadi juru foto profesional untuk Keraton Kesultanan Ngayogyakarta Hadiningrat Sultan Yogyakarta.

Jejak kiprahnya besar pengaruh bagi dunia fotografi Tanah Air, dari namanya terdengar kebarat-baratan sepintas; Jawa tulen putra Kartodrono-Minah ini bernama lahir Kassian ditambah belakang Cephas lantas melekat, kala muda 15 tahun kala ikut jejak misionaris Protestan Christina Petronella Philips-Steven menuju Bagelen, Purworejo, Jawa Tengah, dibaptis 27 Desember 1860 silam.

Balik Jogja ikut anggota Schutterij, Simon Willem Camerik, seorang fotografer Keraton Kesultanan Ngayogyakarta Hadiningrat; Kassian murid magang bimbingan Sultan Hamengkubuwono (HB) VI hingga ditunjuk jadi pelukis dan fotografer Keraton, 1871.

Saat telah berkeluarga, Kassian dan istri mukim di Lodji Ketjil Wetan (kini Jalan Mayor Suryotomo) buat studio foto di lantai dua. Tak bisa dipastikan apakah pemotretan keluarga keraton banyak dilakukan di sini, nun begitu studio digadang jadi tempat pemotretan banyak orang dan keluarga.

Nama selain Simon, paling berjasa bagi karir fotografi Kassian yakni dokter resmi Sultan, pendiri (1885) cum anggota Vereeniging voor Oudheid, Land, Taal en Volkenkunde te Jogjakarta atau Perkumpulan Arkeologi, Geografi, Bahasa dan Etnografi Yogyakarta; circa 1870an hingga 1880an mulai kepincut sejarah dan budaya Jawa, Isaac Groneman.

"Kassian, ayo gabung," ajak dia. Dan jadilah Kassian juru potret kegiatan penelitian perkumpulan. Pun juru potret banyak momen penelitian pribadi Groneman.

Kassian hasilkan banyak karya era Sultan HB VII. Foto pertama yang disebut karya dia, berjudul ‘Barabudur’ diambil tahun 1872.

Karya profesional Kassain dipublikasikan Groneman dalam tulisan In den Kedaton te Jogjakarta, memuat 16 karya foto Kassian yang dicetak.

Lalu pada 1886, Kassian beli kamera baru berteknologi mampu memotret 1/400 kali dalam satu detik sehingga objek foto tak perlu berdiam diri lama. Dia acap ambil foto orang lalu dipamerkan penanda perpisahan ke bangsawan Eropa saat cabut dari Yogya.

Tiga tahun berselang, 1889, dia ditunjuk oleh Archaeologische Vereeniging jadi fotografer pemotret situs bersejarah. Para arkeolognya saat itu mulai pelajari lestarikan monumen, bangunan situs bersejarah Hindu-Buddha. Salah satunya, Candi Prambanan.

Dipilih menjadi salah satu situs diutamakan dipotret, sedikitnya 62 karya cetak collotype Prambanan dan sekitaran berhasil dibuat Kassian selain relief yang ditemukan 1885: Karmawibhangga, saat dia pernah didapuk mengabadikan kompleks Candi Borobudur.

Sayang cuma selesai sepertiganya saja —dari 300 foto relief diminta, baru 160 panel relief plus 4 foto guna jelaskan gambaran umum situs, lantaran Kassian cuma terima sepertiga jatah subsidi pemerintah.

Memang, kehidupan Kassian dan keluarga kala itu disebut tergolong makmur. Pasalnya, tarif "kang potret" masa itu ya masih mahal.

Kondisi beruntung: kemakmuran ekonominya lantas dijadikan dalih ajukan diri diproses Gelijkgesteld agar status hukum dia dan keluarga disamakan dengan orang Eropa. Kasian kuat keinginan jika status diraih, dua anaknya bisa masuk sekolah elit kala itu. Kassian wafat di Yogya, 16 November 1912.

Kelak kini 113 tahun kemudian Indonesia juga patut disebut beruntung, punya PFI. Organ produk reformasi 1998 yang logonya keren karya Oscar Motuloh, merepresentasikan roll film yang saat 1998 dipakai sebagai "peluru" pewarta foto mengabadikan peristiwa.

Tak sebatas organ berhimpun, per linimasa kepemimpinan Ketum dan Sekjen periode pertama kurun 1998–2002 Arbain Rambey (Kompas) dan Oscar Motuloh (LKBN Antara), periode kedua 2002–2006 Kroes Haryanto (freelance) dan Zarqoni Maksoem (Antara), ketiga 2006–2010 Arief Suhardiman (The Jakarta Post) dan Astra Bonardo (Koran Sindo), keempat 2010–2014 Jery Adiguna (The Jakarta Post) dan Fransiskus Parulian (Kontan), kelima 2014–2019 Luky Fransiska (Kompas) dan Fransiskus Parulian, keenam 2019–2022 lanjut ketujuh 2022–2025 Reno Esnir (Antara) dan Hendra Eka (Jawa Pos).

Hingga teranyar ketum-sekjen periode ke-8 Dido-Galih, organ produk reformasi 1998 ini jika tekun dicermati misal, tergolong "galak" urusan advokasi, baik itu advokasi kebijakan, advokasi hukum pewarta foto, apatah lagi pembelaan bagi nyata-nyata anggotanya.

Lumrah bahkan wajib harus. Ulah kasus silih berganti kriminalisasi pers pun kriminalisasi wartawan foto atau pewarta foto juga terus masih bak gunung es, di negeri Zamrud Khatulistiwa ini, negeri yang terus belajar mengeja kata: demokrasi. (Muzzamil)