Oleh M.Habib Purnomo*
HARI-HARI, kita dihibur oleh statemen Bahlil kalau republik ini sekarang punya raja. Raja atau ratu merupakan sebutan kepada pemimpin tertinggi kerajaan pada masa lalu. Ratu di sini bukan berarti raja perempuan.
Ketika keraton Solo terbakar era '80 an, Raja Pakubuwono sambil mendesah berkata kepada wartawan,"Saya mungkin Ratu Wekasan (terakhir)." Ratu di sini bermakna raja.
Para penggemar wayang kulit pasti pernah mendengar lakon wayang kulit "Petruk Dadi Ratu" (ratu maksudnya raja. Para penonton akan terkekeh-kekeh ketika pertunjukkan sampai di lakon ini.
Apalagi kalau dalangnya pandai berimprovisasi sehingga muncul adegan lucu dan aneh Petruk. Semua aturan dibongkar, semua pangkat prajurit diubah-ubah semaunya, semua standar sosial dibuat di bawah levelnya sang raja baru.
Kalau kita jadi lurah atau camat bahkan bupati ketika sedang turba ketemu masyarakat tiba-tiba ada orang yang iseng nyeletuk Petruk, bocah itusl sedang membayangkan Petruk jadi raja.
Sebenarnya lakon Petruk Dadi Ratu berangkat dari fenomena sosial sehari-hari yang ada di sekitar kita. Orang yang tadinya bukan siapa-siapa tiba-tiba naik derajat dan berbuat yang aneh-aneh.
Sampai-sampai, ada pribahasa "Kere Munggah Balai" atau artinya orang biasa masuk Istana. Peribahasa ini sebagai gambaran orang kaya baru (OKB) yang lupa dengan asal mulanya.
Sekarang musim pilkada, kita tidak memilih para calon yang berkarakter Petruk yang tidak jelas prestasi sebelum nya.
Lakon Petruk Dadi Ratu sudah memasyarakat, mungkin saja nanti ada seniman wayang kulit buat lakon (judul) baru Bagong Dadi Ratu.
Bagong anggota Punokawan anaknya Semar, adiknya Petruk, tapi jangan kaget Bagong karakter sehari-harinya selain lucu juga kurang etis, bukankah begitu Pak Dalang ?
* Politikus dan aktivis.
-