BANDUNG, HELOINDONESIA.COM – Semangat untuk memajukan sektor pariwisata sebagai pilar ekonomi lokal menjadi topik utama dalam diskusi antara Jaringan Rakyat dan para pengelola wisata di Kecamatan Rancabali, Kabupaten Bandung, Sabtu (14/11/2025).
Dalam pertemuan yang berlangsung hangat tersebut, Jaringan Rakyat mencatat adanya sejumlah aspirasi dan masukan konstruktif dari pelaku usaha. Salah satu isu krusial soal perizinan investasi di wilayah tersebut.
Para pengelola wisata berharap adanya peningkatan sinergisitas birokrasi demi menjamin kesinambungan investasi yang selama ini telah berkontribusi positif pada pergerakan roda ekonomi masyarakat.
Menanggapi ini, Ketua Pusat Jaringan Rakyat, Andy bersama Sekretaris Jenderal Insan, menyampaikan harapan yang tulus agar Pemerintah Kabupaten Bandung segera mengambil inisiatif proaktif. Beliau memohon terbentuknya forum bersama dengan para pegiat usaha wisata.
Menurutnya, jika persoalan ini dibiarkan berlarut-larut, bukan hanya akan mengganggu operasional pengelola wisata, tetapi juga berpotensi menghambat iklim investasi dan pergerakan roda ekonomi lokal di Kecamatan Rancabali.
"Kami mencermati bahwa geliat ekonomi utama di Rancabali bersumber dari sektor wisata. Sektor ini telah terbukti menciptakan lapangan pekerjaan, memberdayakan ekonomi masyarakat, sekaligus menjalankan tanggung jawab sosial kepada lingkungan sekitar," ujar Andy.
"Oleh karena itu, keberlanjutan wisata adalah prioritas, sebab potensi dampak yang ditimbulkan jika sektor ini terhenti akan menjadi efek berantai (multi-efek) yang dirasakan seluruh lapisan masyarakat."
Dalam semangat membangun kemitraan, ia menghimbau pPlemerintah daerah untuk segera mengundang dan mengumpulkan para pengusaha wisata di Rancabali.
Tujuannya adalah untuk menyediakan panduan alur perizinan yang pasti, menunjuk Pejabat Penghubung (PIC) yang berkesinambungan dan memberikan kepastian tahapan pengurusan izin, demi mengakhiri praktik birokrasi yang 'oper sana oper sini'.
"Marilah kita bersama-sama mewujudkan sinergi dan kolaborasi yang konstruktif. Hal ini krusial untuk memajukan perekonomian bangsa, khususnya dalam penanganan kasus yang sedang dihadapi di Kabupaten Bandung," pungkas aktivis penggiat ekonomi.
Sementara perwakilan pengelola wisata mnegungkapkan, selama empat tahun terakhir, kami berupaya keras menuntaskan proses perizinan. Kami telah mengikuti tahapan teknis mulai dari RINTEK, PU, hingga LH, bahkan sampai menempuh proses sanksi.
Namun, setiap kali berkas diajukan, kami dihadapkan pada dinamika kendala baru di tingkat Kabupaten," ujar perwakilan pengelola kawasan wisata Rancabali, yang memilih namanya tidak dipublikasikan.
"Kami merasa perlu adanya koordinasi yang lebih terpadu di lapangan. Adanya praktik 'oper sana oper sini' antar-dinas teknis membuat kami sulit mendapatkan kepastian, sehingga nilai investasi yang telah kami tanam menjadi rentan," tambahnya.
Meskipun kawasan tersebut telah menunjukkan dampak positif yang signifikan, termasuk kontribusi nyata pada lingkungan sekitar seperti penyerapan tenaga kerja lokal, pemberdayaan ekonomi UMKM, dan tanggung jawab sosial (CSR)
Isu perizinan yang tak kunjung selesai menjadi hambatan utama bagi pengembangan dan ekspansi lebih lanjut.
Kondisi ketidakpastian ini menimbulkan kerentanan bagi pengelola, bahkan muncul kekhawatiran bahwa permasalahan perizinan yang tertunda ini berpotensi menjadi celah 'temuan'.
"Kami tidak meminta diskresi atau keringanan, kami hanya memohon kejelasan alur dan ketegasan kebijakan dari Pemerintah Kabupaten," harap perwakilan pengelola. (Rls)
