LAMPUNG, HELOINDONESIA.COM -- PN Tanjungkarang menggelar praperadilan (prapid) terhadap kasus dugaan korupsi PT Lampung Energi Berjaya (LEB), Jumat (28/11/2025). Mantan dirutnya, M. Hermawan Eriadi, SSi, MSi menyatakan kasusnya berpotensi kriminalisasi karena belum ada kerugian negara.
Hakim Tunggal Muhammad Hibrian meminta pihak-pihak melengkapi bukti-bukti dan akan dilanjutkan Senin depan. Sidang perdana sekitar 10 menit untuk dilanjutkan pekan depan agar segera putus. Sidang perdana ini soal legalitas pemohon dan termohon sekita pukul 10.15 WIB.
Baca juga: Tersangka Korupsi LEB Berpeluang Lolos, Dirutnya Ajukan Praperadilan
Lewat penasehat hukumnya, Riki Martim, SH menyatakan sejak penyelidikan selama setahun yang lalu sampai penetapan tersangka hingga saat ini, kasus yang menimpa PT LEB masih belum dipahami oleh tersangka apa yang menyebabkan jadi tersangka.
Pada saat pemeriksaan di Kejaksaan Tinggi (Kejati Lampung) tersangka menanyakan hal itu, namun penyidik menyampaikan hal tersebut akan jelas saat sidang penuntutan di Pengadilan.
Bahkan sampai saat ini, Direksi dan Komisaris PT LEB yang telah ditetapkan sebagai Tersangka masih belum mengetahui adanya fakta terkait besar Kerugian Negara dalam perkara aquo.
Baca juga: Tiga Tersangka Korupsi PT LEB Dititipkan ke Rutan Wayhui: Heri, Eriadi, dan Budi
"Kami sebagai kuasa hukum, mendasarkan pada peristiwa yang menimpa klien kami tersebut akhirnya "terpaksa" menggunakan ruang pengajuan permohonan praperadilan untuk mendapatkan kebenaran materiil terkait adanya penetapan tersangka terhadap klien kami tersebut," katanya.
Sebelum ada penetapan tersangka sepatutnya terinformasikan dua alat bukti yang sah terhadap orang yang ditetapkan sebagai tersangka, karena hal tersebut sangat mendasar dan konstitusional", papar Riki Martim SH, Pengacara dari Direktur PT LEB.

Menurut Riki, Putusan Mahkamah Konstitusi No. 21/PUU‑XII/2014 memberikan penegasan konstitusional bahwa penetapan seseorang sebagai Tersangka wajib didasarkan pada paling sedikit dua alat bukti yang sah, serta harus didahului dengan pemeriksaan terhadap calon Tersangka, agar orang tersebut memiliki kesempatan untuk memberikan keterangan, bantahan, dan klarifikasi.
"Direksi dan Komisaris PT LEB pada saat pemeriksaan pernah diperiksa beberapa kali sebagai saksi dan dalam kapasitas sebagai Calon Tersangka dengan pertanyaan terkait Tupoksi, mekanisme internal, operasional dan RUPS. Padahal selama pemeriksaan sbg saksi atau pun tersangka belum ada pendalaman pertanyaan mengenai hal yg diduga sebagai tindak pidana korupsi selama menjalani kegiatan di PT LEB." Katanya melanjutkan.
Baca juga: Dua Gubernur Lampung Terseret Korupsi US$17,28 Juta BUMD PT LEB
"selama pemeriksaan oleh penyidik, Klien kami pun tidak pernah diperlihatkan hasil audit BPKP, baik saat diperiksa sebagai saksi maupun tersangka.
Hal mana Kerugian Negara itu haruslah nyata dan pasti, sesuai UU No 1/2004 Tentang Perbendaharaan Negara," tambahnya.
Menurutnuya, tindakan ini tentu saja tidak relevan dengan asas peradilan yang jujur dan layak (fair trial) dan asas due process of law, serta bertentangan dengan Pasal 28D ayat (1) UUD 1945 mengenai jaminan atas kepastian hukum yang adil.
"Kami berharap dengan menggunakan ruang hukum mengajukan permohonan pra peradilan dapat menemukan kebenaran dan klien kami mendapatkan keadilan" punkas Riki. (Hajim/HBM)
-
